Jumat, 01 Juni 2012
Melalui Tulisan Bodoh Ini Kuharap Kalian Termotivasi sebagai Kaum Intelektual Dambaan Masyarakat
Sore itu, Minggu tanggal 29 Agustus 2012 sekitar pukul 16.00 WIB aku duduk di teras bersama keempat orang temanku yang semuanya pria. Saat itu aku sedang mengerjakan tugas kuliah. Diantara empat orang temanku itu hanya aku yang mengenyam bangku kuliah. Ketika, kami saling melempar tawa terdengar bunyi yang berasal dari mangkok dan sendok. Mereka saling berpandangan tercium aroma bakso yang menggugah indera penciuman. Mereka menghentikan langkah abang tukang bakso dengan maksud untuk mengenyangkan perut.
Topik diawali dengan pemandangan sepele di sekitar kami. Dari kejauhan tampak tanah gersang yang hanya diiringi satu pohon dengan jarak terlalu jauh. Hal itu disebabkan pepohonan sudah dimusnahkan oleh alat-alat berat dari pertambangan bauksit. Lantas, bagaimana cara menyikapi kejadian di depan mata kita ini???
“Sebenarnya saya kurang setuju dengan adanya pertambangan bauksit ini. Kasihan anak cucu kita nanti” kalimat abang tukang bakso ini menghipnotis untuk menghentikan ketikanku. Aku mendongakkan kepala melihat pemandangan yang gersang itu lagi, lalu menghela nafas tanda tak berdaya.
“Seharusnya mahasiswa itu bergerak, apa reaksi kamu sebagai mahasiswa??” saat pertanyaan itu terlontar nyaliku menciut, aku diam, aku MALU, karena aku tidak melakukan apapun selain ngedumel di belakang. Aku kah mahasiswa pengecut??!!!
“Saya tidak ingin menjatuhkan kamu sebagai mahasiswa, sih!” Abang bakso bermaksud meminta maaf. “Mahasiswa itu kaum intelektual yang dimiliki masyarakat, mahasiswa itu dianggap cendekia. Seandainya saja saya sekolah mungkin saya bisa melakukan apa yang ada dibenak saya ini,” hal itu diikuti anggukan empat kepala teman saya yang semuanya putus sekolah namun, memiliki keinginan untuk sekolah. Aku sedikit trenyuh mendengar curhatan abang bakso ini, aku menghentikan tulisanku yang sudah memasuki 4 halaman.
“Tapi, Om kami sudah melakukan tindakan menolak adanya pertambangan bauksit. Namun, hasilnya tetap sama toh tambang bauksit tetap berjalan” ujarku.
“Coba kalian satukan organisasi-organisasi yang berada di Tanjungpinang ini, buat surat tembusan ke beberapa kampus toh cukup banyak kampus yang ada dan pastinya memiliki pemikiran yang sama. Kalian ajak nelayan-nelayan itu bergabung, nelayan itu juga terkena dampak dari pertambangan bauksit,” justru aku baru tahu kalau nelayan terkena imbasnya, yang aku tahu tambang bauksit meningkatkan intensitas petir itu saja, huhh.
Jika, kampus aku berisi 6 ribu mahasiswa ditambah beberapa organisasi, ditambah mahasiswa dari kampus lain, ditambah lagi para nelayan, masyarakat yang mengalami dampak. Apa mungkin pertambangan bauksit akan terhenti???
“Om, kami sudah melakukan demo ke beberapa instansi mengenai hal itu” kataku.
“Memang kalian demonya kemana???” JLEBB! Mendadak perutku seperti dijejali beratus-ratus batu. Belum pernah sekali pun aku turun menyuarakan diri. “Kalian itu harusnya beramai-ramai pergi ke sasarannya yang berkaitan erat dengan pertambangan bauksit itu.”
Yeah, demo adalah aspirasi, memberi masukan, bertukar pikiran, menyanggah dan tidak ada maksud merusak. Tapi, demo saat ini merusak serta mengeluarkan makian dan kata-kata kotor. Satu bulan yang lalu aku melihat dan mendengar. Memotivasi seseorang untuk ikut bersama kita (demo) tidak menggunakan ancaman, kekerasan maupun makian. Gunakan nih (menunjuk kepala yang ada otaknya, wkwkw). Kita ngebujuk pacar saja lemah lembut mendayu-dayu, masak ngajak orang turut demo harus teriak melengking-lengking. Hal itu tidak akan memberi motivasi justru membuat mereka berfikir bahwa demo adalah sejenis kekerasan.
“Seandainya saya dulu memiliki biaya untuk sekolah, saya akan kuliah di jurusan hukum. Karena, kita melakukan tindakan berdasarkan aturan. Jadi, saya tidak sembarangan untuk bertindak. Saya benar-benar gregetan melihat anak gedongan, saya melihat sendiri dan merasakan sendiri. Ketika, jam perkuliahan berlangsung ada seorang mahasiswi menghampiri saya ‘Mas, tolong belikan rokok!’ sambil ngedumel saya melakukan perintahnya. Ini cewek ngerokok, orang tuanya menyekolahkan dengan maksud agar anaknya menjadi penerus bangsa. Saya benar-benar gregetan dan mengutuk-ngutuk” abang tukang bakso bercerita dengan semangat berapi-api.
Aku kembali menatap layar laptop sambil memikirkan cerita-cerita bodoh tadi, mengenai pertambangan bauksit yang menyedot perhatianku sejak lama. Aku melukiskan sebuah senyuman di bibirku untuk kunikmati sendiri. Kuteguk secangkir kopi yang menemani ketikanku yang akan diantarkan esok lusa. Mungkin ide-ide ngawur yang tercipta dari tongkrongan bersama tukang bakso dan keempat temanku ketika senja berpamitan ini akan membuahkan hasil. Jika, benar-benar dikerahkan beberapa kalangan yang merasa dirinya dirugikan. Coba kita lihat 5 tahun kedepan jika, Sumber Daya Alam ini terus menerus digali! Apakah kita akan diam saja melihat ketidakwajaran di depan mata??? Jawabannya, tentu saja TIDAK!!! Lalu, apa yang akan kita lakukan sebagai mahasiswa jika melihat, merenungkan, berfikir, membaca tulisan bodoh yang saya buat ini??? Jawabannya, DIAM!!! Yeah, sama!!! Saya pun juga begitu karena saya tidak mungkin bergerak seorang diri. Hahahaha.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar